My Horor Story

Ilustrasi. Pict : Google 

Kejadian ini saya rasakan saat berada di usia 9 tahun. Saya masih SD. Waktu itu, kami sekeluarga baru selesai berlibur dari suatu kota dalam beberapa Minggu. Namun, karena terlalu terlena dengan euforia liburan panjang, kami jadi tidak terlalu memperhatikan makanan yang kit makan. 

Beberapa Minggu setelah selesai berlibur, saya terbangun malam-malam karena ada suara ibu dan ayah saya yang terdengar panik. Karena terganggu, saya terpaksa terbangun dan melihat keadaan yang lumayan membuat saya kaget. 

Adik saya dengan kondisi duduk di tempat tidur memegang dadanya, mukanya membiru, dan menangis sesenggukan disamping ibu saya yang terlihat ikut menahan tangisan yang sama. 

Ternyata asma yang diderita adik saya kambuh karena memakan banyak coklat saat liburan, sehingga membuatnya sesak napas tidak karuan. Tanpa banyak bicara, saya dan orang tua langsung membawanya ke rumah sakit biasa orang tua saya berobat di sekitaran jalan Sudirman, Yogyakarta. 

Kita sampai di UGD untuk menindaklanjuti penyakit yang adik saya derita. Kamu menunggu proses pemeriksaan sampai jam 12 malam. Dan pada akhirnya, adik saya di sarankan untuk opname di rumah sakit untuk penyembuhan yang optimal. 

Disinilah cerita 'aneh' dimulai. 

Mungkin bagi sebagian orang yang membaca, kejadian ini tidak sebanding dengan apa yang pernah orang-orang rasakan. Namun, bagi saya sendiri yang melihat dan merasakan kejadian ini di lingkungan rumah sakit, cerita ini cukup personal dan saya harap ini pertama kali dan terakhir kali saya merasakan ini. 

Saya masih kecil dan masih cukup menyebalkan untuk bisa merengek tanpa memikirkan keadaan orang tua saya. Adik saya masih dirawat di UGD. Saya sudah lelah ingin sekali tidur. Oleh karena saya yang berisik, ayah saya memilih untuk mengurus segala administrasi agar saya dan ibu saya bisa menuju kamar rawat inap duluan dan istirahat lebih cepat. 

Saya akhirnya diminta oleh ayah saya untuk ke kamar rawat duluan bersama ibu. Kamu berjalan melewati koridor rumah sakit yang sangat khas. Dengan aksen Belanda yang menggambarkan lamanya rumah sakit tersebut. 

Saya dan ibu berjalan menuju ujung komplek rumah sakit. Kalau dipikir memang kamar yang kita tempati itu kamar lama dibanding dengan kamar rawat inap di bagian komplek depan rumah sakit, yang sudah lebih di renovasi lebih dulu. 

Kamu menaiki lift. Menunggu angka di monitor atas kanan dengan sabar. Entah kenapa, saya sebagai anak kecil yang sudah lelah semalaman menunggu di depan rumah sakit, malah merasakan perasaan yang aneh. Perasaan khawatir dan gelisah. Saya hanya diam sambil sesekali menatap wajah ibu saya yang berdiri di samping. Wajahnya datar dan biasa. Mungkin karena ibu punya banyak pikiran soal adik atau karena ibu memang memikirkan hal yang sama. 

Sesampainya di lantai kamar, kita berjalan menuju kamar. Saya lupa butuh berapa langkah untuk mencapai kamar tersebut. Yang pasti, yang saya ingat adalah penampakan pintu depan yang berwarna coklat. Dengan nomor kamar yang saya lupa berapa angkanya dan cat putih yang menyampinginya. Saya menunggu ibu saya membuka pintu tersebut. 

Clek. Terbuka. Ibu dengan percaya diri membuka pintu tersebut. 

Kosong. Tidak ada apapun. Tepatnya, tidak ada siapapun. Ruangannya hanya sekitar 4x5 m. Posisi kamar mandi tegak lurus dengan pintu masuk. Mata saya langsung tertuju pada lemari yang di atasnya terdapat tv kecil. Setelah berjalan beberapa langkah, saya bisa melihat tempat tidur yang digunakan adik saya untuk istirahat nanti. Di samping kirinya, terdapat sofa kecil yang bisa digunakan wali pasien selama menginap. 

Saya dan ibu saya duduk di sofa tersebut. 

Hening.

Tidak ada suara apapun. Baik saya maupun ibu saya. Selang beberapa waktu, terdengar gemuruh di dalam lemari. Saya diam saja. Ibu saya juga. Seketika pintu lemari terbuka sendiri dan sedikit berulang dalam beberapa waktu. 

Seketika ibu menarik saya keluar dan itulah cerita saya. 

Pelajaran : 

1. Jangan pernah ke rumah sakit yang sudah lama 

2. Kalau udah punya perasaan ga enak, ga usah lanjut. 

3. Jangan makan coklat. 

Komentar